4 Januari 2011

Ironi Semangat Naturalisasi WNI


Irfan Bachdim (22) dan Kim Jeffrie Kurniawan (20) sungguh beruntung. Meski lahir dan tinggal di luar negeri, bermodalkan salah satu orangtuanya berasal dari Indonesia, keduanya begitu mudah mendapatkan status warga negara Indonesia. Kemudahan yang diperoleh kedua pemain sepak bola ini seiring dengan ambisi pemerintah mendongkrak prestasi sepak bola Indonesia melalui program naturalisasi.

”Jujur, saya iri dan sakit hati melihat Irfan dan Kim. Mereka begitu gampang mendapatkan status WNI. Sebaliknya, saya yang lahir dan besar di Indonesia tidak mudah mendapatkan status WNI,” kata Jong (43), warga Sungai Pangeran, Kecamatan Ilir Timur, Kota Palembang, Sumatera Selatan.

Lelaki keturunan Tionghoa itu mengaku dirinya termasuk generasi keempat dari keluarganya yang lahir dan tinggal di Palembang. Meski demikian, keluarga mereka tetap dikelompokkan sebagai warga negara asing (WNA).

Sejak lahir, mereka hanya dibekali surat keterangan lahir yang diterbitkan kantor kelurahan atau desa setempat. Mereka juga dilarang memiliki kartu tanda penduduk (KTP), tetapi hanya surat keterangan penduduk yang berlaku enam bulan, lalu diperpanjang lagi.

Jika ingin memiliki surat izin mengemudi (SIM), mereka terpaksa menyogok petugas kantor kelurahan atau desa guna menerbitkan KTP. Bermodalkan KTP yang asli tetapi palsu itu, mereka mendekati petugas kepolisian untuk menerbitkan SIM.

Kalau petugas kepolisian mensyaratkan surat bukti kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI), otomatis pengurusan SIM pun batal. ”Kalau ketemu petugas polisi yang tak meminta SBKRI, berarti sebuah keberuntungan. SIM pasti bisa didapatkan,” ujar Rahmat (40), warga 16 Ilir, Kota Palembang, yang juga belum berstatus WNI.

Berstatus WNA juga kadang sulit diterima melanjutkan kuliah sebab ada perguruan tinggi mensyaratkan akta kelahiran. ”Saya gagal melanjutkan kuliah karena tidak punya akta kelahiran. Mau melamar kerja pun persyaratan itu diminta lagi. Saya pun patah semangat sehingga hingga sekarang hanya menjadi pekerja kasar,” ungkap Jong.

Jong mengaku, sejak gagal diterima kuliah tahun 1986, dirinya berupaya mengurus status WNI. Akan tetapi, biayanya disebut-sebut mencapai jutaan rupiah dan melewati prosedur berbelit dan lama. Pengurusan WNI pun selalu tertunda.

Pengurusan status WNI baru dilakukan lagi awal Oktober 2010 setelah mengetahui Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) bisa membantu mengurusinya. Dia pun melengkapi semua persyaratan. Dokumen Jong bersama 19 orang warga Tionghoa lainnya asal Sumsel telah diusulkan ke Kantor Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Ketua Umum PSMTI Pauzi Thamrin mengatakan, banyak masyarakat Tionghoa di Sumsel masih berstatus WNA. Mereka umumnya bekerja sebagai petani, peternak, dan buruh tani. Status WNI belum diurus sebab terkendala biaya. Itu sebabnya, PSMTI membantu mengurusinya. ”Apalagi, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI memberikan kemudahan. Pemerintah daerah pun mendukung penuh,” kata Pauzi.

Tahun 2009, misalnya, telah diterbitkan status WNI bagi 179 orang. Tahun 2010 sebanyak 72 orang dan kini diproses lagi untuk 20 pemohon di Kementerian Hukum dan HAM. Meski demikian, Pauzi meyakini bahwa sekitar 5.000 warga Tionghoa di Sumsel masih berstatus WNA. Sekitar 80 persen di antaranya berusia 30 tahun ke atas serta sisanya 20 persen berusia 29 tahun ke bawah.

”Mereka masih kurang biaya sebab saat ini dipungut biaya Rp 500.000 per orang sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak. Biaya sebesar itu pasti memberatkan para WNA yang hidupnya masih miskin,” kata Pauzi.

Sumber : http://amrusujud.blogspot.com/2011/01/ironi-semangat-naturalisasi-wni.html

8 komentar:

  1. 1 kata PSSi guoooobloooook bgt pingin cara pintas ngak mau repot(lihat aja liga sper yg penuh mafia)gimana mau maju wong tiap pertandingan sudah d atur PSSI

    BalasHapus
  2. negara korupsi @ shit

    BalasHapus
  3. negara demokratis tapi antek-antek pemerintahnya MATA DUITAN BANGSAT !!!!!, SARA !!!!!, SUKA MEMBEDA-BEDAKAN WARNA KULIT !!!!!,

    MENTANG-MENTANG GUA WARGA KETURUNAN URUSAN DIPERSULIT SEMUA !!!!!, GILIRAN NGURUS KTP, DUITNYA MINTA LEBIH, KETUA RT BANGSAT !!!!! KETUA RW BAJINGAN !!!!! EMANGNYA GW ORANG KAYA APA ???? PADAHAL KAKEK GW PEJUANG TAPI DITELANTARIN !!!!

    PEMERINTAH BAJINGAN !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

    BalasHapus
  4. "Orang pribumi adalah orang-orang yang Pancasilais, Saptamargais, yang jelas-jelas membela kepentingan negara dan bangsa. Sedangkan non pribumi adalah mereka yang suka korupsi, suka pungli, suka memeras, dan melakukan subversi. Mereka itu sama juga menusuk bangsa kita dari belakang. Maka patutlah mereka digolongkan sebagai orang non-pribumi, karena pada hakekatnya mereka tidak mementingkan apalagi membela nasib bangsa kita. Mereka adalah pengkhianat-pengkhianat bangsa. Jadi soal pribuni dan non-pribumi tidak boleh dilihat dari suku bangsa dan keturunan melainkan dari sudut kepentingan siapa yang mereka bela"

    Laksamana Muda Jhon Lie (Pahlawan Nasional)

    BalasHapus
  5. like this buat anonim no. 4

    buat anonim no. 3 yang sabar aja ya, begitulah memang kebobrokan bangsa kita

    ini semua memang gara-gara ulah kaum penjajah, mereka dulu sengaja memecah belah suku, makanya ada kampung pecinan, kampung arab, kampung pribumi dll yang dimana tiap2 kampung itu saling membenci dan di adu domba penjajah

    BalasHapus
  6. anonim 3
    kalo lo gak kuat jgn tinggal di indonesia dong,
    drpd lo ngatain pemerintah....
    lo lg apes aja .. gw sendiri gampang bgt jd WNI yg penting duit... coba lo di negara lain susah bgt jd warga asli walo pun punya duit...

    BalasHapus
  7. "kalo lo gak kuat jgn tinggal di indonesia dong,..."

    This is typical mindset of most Indonesian.

    Pemain Sinetron kebanyakannya kacukan alias balesteran dan begitu juga pemain sepak bola. Di Indonesia ngak ada yang asli.

    BalasHapus

Related Posts with Thumbnails